UCAPAN

SELAMAT DATANG DAN TERIMAKASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG " GBI DEBEGAN " TUHAN YESUS MEMBERKATI ANDA.

Rabu, 01 September 2010

ANAK MEMBERONTAK DAN TIDAK MAU KE GEREJA





Ir.Jarot Wijanarko adalah seorang konselor di bidang keluarga. Beliau juga adalah pengarang beberapa buku dan banyak berbicara mengenai pendidikan keluarga dan motivasi. Bersama istri terkasih, Ir.Esther Setiawati, dan ketiga anak mereka, Nathania Christy, Benaya Christo dan Levina Christy, saat ini berdomisili di Jakarta.

Kirimkan pertanyaan Anda mengenai mendidik anak kepada Ir.Jarot ke: ria.harlie@charismaindonesia.com


Sikap anak, sering merupakan reaksi atas perlakuan yang ia terima dari lingkunganya, orang tuanya atau keluarganya.  Kisah serupa bisa kita lihat dalam kasus keluarga Daud dan keluarga Samuel, keluarga hamba-hamba TUHAN.

Anak-anak Daud, juga melakukan perbuatan amoral.  Amnon memperkosa Tamar (2 Sam13), Absalom bahkan meniduri isteri-isteri Daud diatas sotoh rumah dan dilihat oleh orang Israel (2 Sam 16:22).  Kenapa dalam  keluarga hamba Tuhan sekaliber Daud, yang penuh pujian bahkan disebut ‘orang yang berkenan’ hal-hal amoral dilakukan anak-anaknya?  Karena Daud kehilangan otoritas dalam mendidik anaknya, karena dia sendiri melakukan perzinahan dengan Betsyeba (2 Sam 11).  Anak-anak Daud kecewa dengan bapaknya.

Masih ada kasus anak Samuel yang menerima suap (1 Sam 8:1-3) karena ayahnya terlalu sibuk dan tidak mengurus keluarganya (1 Sam 7:15-17).  Dari kasus kasus ini, kita bisa belajar, bahwa itu disebabkan karena kekecewaan anak terhadap orangtua mereka yang sekalipun hamba Tuhan, namun tidak hati-hati hidup dan juga jatuh dalam dosa.

Jika anak Daud dan Samuel, yang hamba Tuhan saja bisa ‘rusak’ karena orang tuanya berbuat salah, tentunya anak-anak kita juga tidak kebal dari reaksi serupa.  Anak bisa bereaksi macam-macam termasuk tidak mau ke gereja, sebagai bentuk kekecewaan dengan bapaknya, bentuk pemberontakan atau dia berpikir; “Ngapain ke gereja, bapaknya ke gereja juga hidup nggak benar, yang penting bukan gereja, tetapi hidup benar.”  Saya menjumpai banyak anak muda berpikir seperti itu.

Pemulihan hanya akan terjadi, jika pemuda tersebut sungguh-sungguh lahir baru, mengalami pemulihan hati, dan bisa melepaskan pengampunan untuk bapaknya.  Doakan anakmu, ajak juga bersyafaat buat bapaknya dan jangan mengekspresikan kebencian yang luar biasa kepada suami di depan anak, dan biar anak ‘terbuka hatinya’ melihat ibu yang ‘rohani’. Sikap itu menular, roh itu transfer.

Selain tetap terus menasihati supaya mau ke gereja, maka yang terpenting adalah membangun hubungan dengan anak. Jadilah TEMAN bagi anak, teman berbicara yang baik, teman bercanda, teman olah raga, teman ke outlet untuk mencari baju atau hal lainnya yang kadang menjengkelkan, karena setelah keliling beberapa outlet, ia tidak memilih satupun juga.  Menjadi TEMAN bagi anak, membuat KOMUNIKASI yang selama ini terputus, terluka, menjadi nyambung kembali. Dalam komunikasi karena adanya HUBUNGAN atau RELASI, maka saran atau nasihat akan di dengar.

Nasihat, saran akan percuma jika tidak disertai TELADAN, maka peran suami dan istri untuk bersama-sama ke gereja adalah penting. Jika ayahnya tidak ke gereja, bagaimana anaknya mau ke gereja?  Jika pemberontakan anak karena orang tua pernah berbuat salah ke anak, tidak ada salahnya orangtua yang minta maaf ke anak. Permintaan maaf akan melembutkan hati anak dan membuka kembali KOMUNIKASI yang terputus.  Jadi tidak harus anak yang minta maaf, tetepai orangtua perlu merendahkan hatinya dan memulai proses pemulihan keluarga. GBU. Jarot Wijanarko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar